Tidak adanya penyeberangan di Cakung
Drain, tepatnya antara
bawah jembatan
layang Jl. CakungCilincing Rorotan sampai Rawamalang dimanfaatkan masyarakat untuk
membuat penyeberangan secara
mandiri.
Setidaknya ada 20 penjual jasa
penyeberangan yang sering disebut
sebagai “eretan” di sepanjang kali
yang di salah satu sisinya berdiri
perkampungan padat itu.
Mereka menyasar para pekerja
di KBN dan sekitarnya yang mau
menuju arah timur, seperti kampung
Bojong, Rorotan, Malaka, Sarang
Bango, Perumahan Nusa Kirana,
Rorotan Nagrak atau Harapan Indah
dan sejumlah daerah di Bekasi lebih
singkat.
Kemacetan parah yang sering
terjadi mulai gerbang tol Rorotan
(seberang KBN) sampai U-turn dan
persimpangan Babek Rorotan membuat jasa eretan ini seperti alternatif
yang dibutuhkan para pekerja.
Kepadatan lalu lintas yang biasanya terjadi karena banyaknya
antrian truk-truk kontainer yang
keluar-masuk depo itu merupakan rezeki tersendiri
bagi para penjual
jasa ini.
Belakangan tak
hanya saat macet
saja masyarakat
sekitar menggunakan eretan ini.
Saat lalu lintas di
Jl. Raya Cilincing-Cakung sisi timur lancar, banyak
juga yang ingin mempersingkat
waktu dengan menggunakan eretan.
Selain mempersingkat waktu, ongkosnya juga murah. Sekali melintas
cukup sisihkan uang receh Rp2.000.
Taebah, salah satu penjual jasa
eretan di lingkungan tersebut mengaku ruas jalan arah Babek Rorotan macet parah, di
saat itu ia bisa
meraup rezeki
lebih.
Para pekerja
yang tinggal di
sebelah timur
jalan Cakung
Cilincing tak
mau terjebak
kemacetan dan ramai-ramai memilih
jalan pintas naik eretan.
“Kalau lagi rame biasanya sehari
bisa dapat Rp300-400 ribu,” katanya. Namun, kalau lagi sepi kadang
hanya tersisa sedikit setelah dipotong pegawai dan biaya lain-lain.
Jam-jam pulang kantor antara
pukul 16.00-17.30 WIB adalah waktu-waktu kemacetan parah biasanya
terjadi. Itu artinya akan ada kocek
berlebih untuk pemilik eretan.
Taebah kini bersama suami dan
salah satu asistennya menggantungkan hidup dari usaha ini. Ia memilih
usaha ini karena relatif lebih menguntungkan ketimbang usaha toko
kelontong yang selama kurang lebih
25 tahun tekuni bersama suami di
daerah Rorotan.
Setelah ada sedikit tabungan wanita kelahiran Brebes, 44 tahun itu
bersama suami, Hidayatul Furqon
mencoba mengubah nasib dengan
membeli eretan yang kebetulan ditawarkan seharga Rp30 juta.
Sejak punya eretan, tiga tahun
lalu, Taebah secara total menggeluti
usaha ini. Ia dibantu Kong Daeng,
teknisi yang dianggap sebagai ‘MacGyver’ eretannya.
Kondisi saat beli ketika itu masih
kecil, tak sebesar dan sebagus sekarang. Waktu itu cuma asal bisa buat
menyeberangkan pelanggan.
Kemudian Taebah coba perbaiki
dan diperbesar agar muatannya bisa
lebih banyak. Dua sisi tambatan
juga diperbesar agar lebih aman dan
nyaman bagi penumpang.
Di atas eretan juga tersedia fasilitas hiburan audio dan televisi. Juga
menjual makanan dan minuman
yang bisa dibeli para penumpang.
Namun, sebagai penjual jasa selain
nyaman, Taebah ingin eretannya
aman.
“Bagaimanapun keamanan dan
kenyamanan sangat penting. Kita
kan jualan jasa,” kata Taebah.
Diakuinya, untuk perbaikan itu
sebagian ia menggunakan bantuan
dari Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL) KBN.
Sekarang eretan milik Taebah
termasuk yang besar, setidaknya bila
dibandingkan dengan para pesaingnya yang sama-sama menjual jasa di
atas kali Cakung Drain.
Untuk sekali jalan, bisa muat
sampai 15-20 sepeda motor bersama
penumpangnya.
Kong Daeng, adalah yang membuat eretan ini jadi
besar dan
nyaman. Tali
penghubung
eretan sengaja
dibuat dari
baja sling ukuran besar,
agar dalam
kondisi apa
pun tetap
aman. Bahkan,
saat Cakung
Drain dan
sekitarnya
dilanda banjir
besar, eretan
tidak hanyut
terbawa arus.
“Saya sudah
lebih dari 30
tahun nyari
makan di atas
gethek ini.
Waktu itu
jalan Cakung
Cilincing
boleh dikata
masih setapak
dan sekitaran
sini yang ada
hanya sawah dan kebon,” kata Kong
Daeng. Menurut Kong Daeng, penyeberangan ini sudah ada sejak lama.
Sejak dulu masyarakat di sebelah
timur Cakung Drain ini juga sudah
terbiasa menggunakan eretan sebagai jalan pintas.
“Kalau belakangan ini banyak yang
menjual jasa ini karena kemacetan,
sebenarnya lebih karena peluang
usaha,” katanya.
Pada masa-masa sebelum pandemi, apalagi sebelum banyak pabrik
di KBN merelokasi ke daerah-daerah,
menurut Taebah, pendapatan dari
usaha eretan ini tidak boleh dianggap sepele.
“Sekarang sih sudah jauh
berkurang,” tegasnya.
Meski demikian, perlu dicari
peluang baru untuk menambah pendapatan. Salah satunya yang direncanakan Taebah yakni menyediakan
eretan khusus mobil yang memang
belum ada di kawasan ini.
Untuk usaha ini setidaknya butuh
biaya kurang lebih 50 jutaan. Ia
berniat meminta bantuan pada PKBL
KBN, namun beberapa kali mengajukan yang disetujui sangat jauh dari
harapan. Padahal, aset dan potensi
usahanya cukup baik. Hal ini bisa
dilihat dari angsuran tiap bulan yang
tidak pernah terlambat.
Di saat Jalan Raya antara Cilincing-Cakung sampai Babek Rorotan
macet, Taebah memperkirakan
banyak pengguna mobil arah timur
akan memilih menyeberang dengan
eretan yang lebih cepat dan praktis. Dengan biaya penyeberangan
Rp10.000/mobil diperkirakan akan
ada tambahan penghasilan yang
lebih baik lagi.